Selamat Idul Fitri
Selamat idul fitri, bumi
Maafkan kami
Selama ini
Tidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Selamat idul fitri, bumi
Maafkan kami
Selama ini
Tidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Selamat idul fitri, langit
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak henti-hentinya
Kami mengelabukanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak henti-hentinya
Kami mengelabukanmu
Selamat idul fitri, mentari
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Selamat idul fitri, laut
Maafkanlah kami
Selama ini
Kami mengeruhkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Kami mengeruhkanmu
Selamat idul fitri, burung-burung
Maafkanlah kami
Selama ini
Memberangusmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Memberangusmu
Selamat idul fitri, tetumbuhan
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak puas-puas
Kami menebasmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak puas-puas
Kami menebasmu
Selamat idul fitri, para pemimpin
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat idul fitri, rakyat
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak sudah-sudah
Kami mempergunakanmu.
A Mustofa Bisri dalam menulis sebuah puisi
memiliki gaya sendiri dibandingkan dengan teman satu alirannya D Zawawi Imran,
Taufik Ismail, dan Danarto, gaya penulisannya lebih apa adanya dan linear
bahkan terkadang bisa terlihat lugu dan berubah menjadi ganas. Menjadi sangat mungkin, jika untuk mengulas
antologi Gus Mus membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyelesaikannya. A
Mustofa Bisri Lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10
Agustus 1944, dari keluarga santri. Kakeknya, Kyai Mustofa Bisri adalah seorang
ulama. Demikian pula ayahnya, KH Bisri Mustofa, yang tahun 1941 mendirikan
Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, adalah seorang ulama karismatik termasyur.
Achmad Mustofa Bisri, akrab dipanggil Gus Mus ia adalah Kiyai, penyair,
novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna
baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama.
Dia telah
menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya budayanyalah, Gus
Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap budaya yang berkembang
dalam masyarakat. Gus Mus adalah seorang kyai dengan
kesimpulan sudut pandang manusia sehari-hari: kehidupan sekelilingnya,
perjalanan hidupnya, ritual religiusnya dan sebagainya.Tidak jarang akan
ditemukan romantisme religiusitas dalam puisinya.
Saya
mencoba menganalisis dari bentuk dan struktur fisik puisi “Selamat Idul Fitri” dimulai dari perwajahan puisi (tipografi)
didalam puisi ini digambarkan setiap satu larik tidak selalu mencerminkan suatu
pernyataan namun setiap satu bait mempunyai suatu makna.
Selamat idul fitri,
bumi
Maafkan kami larik atau baris
Selama ini Bait
Tidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Maafkan kami larik atau baris
Selama ini Bait
Tidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Diksi adalah pemilihan kata yang digunakan oleh penyair dalam puisinya.
Kata ditempatkan sebagai hal yang vital dalam sajak sebab melalui kata penyair
mampu menyampaikan pikiran-pikiran dan perasaan atau momen puitiknya meskipun
dengan ketidaklangsungan ekspresi dan bersifat arbitrer. Pemilihan kata juga
berkaitan erat dengan makna, keselarasan bunyi dan urutan kata, puisi “Selamat Idul Fitri” karya A Mustofa
Bisri seperti dibawah ini.
Selamat
idul fitri, laut
Maafkanlah kami
Selama ini
Kami mengeruhkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Kami mengeruhkanmu
Selamat
idul fitri, burung-burung
Maafkanlah kami
Selama ini
Memberangusmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Memberangusmu
....................
Mustofa Bisri menggambarkan kami lirik sebagai objek yang berbeda
pada setiap baitnya, dan semua objeknya merasa bersalah. Dan saat puisi ini
dibaca dapat membuat makna pada pembacanya bahwa rasa bersalah yang digambarkan
dalam puisinya adalah rasa yang sungguh-sungguh dan teramat merasa bersalah.
Selamat
idul fitri, para pemimpin
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat
idul fitri, rakyat
Maafkanlah
kami
Selama
ini
Tidak
sudah-sudah
Kami
mempergunakanmu.
...............................
Kutipan puisi
diatas terlihat jelas A Mustofa Bisri juga sangat sadar dengan memberikan efek
lebih tajam pada kritik sosial yang dikandungnya. Kami lirik berubah menjadi objek seorang rakyat yang meminta maaf
pada pemimipinnya, namun kemudian dirubah pada bait selanjutnya kami lirik menjadi objek seorang
pemimpin yang meminta maaf kepada rakyatnya. Ini merupakan suatu kritik sosial
yang elegan dan indah yang mampu Gus Mus ungkapkan melalui bahasanya yang
sederhana dan lugu. Gus Mus juga menggunakan repetisi dalam puisinya yang
digunakan dari awal hingga akhir puisi, yaitu pengulangan kata “Selamat idul fitri”,
“Maafkanlah kami”,
yang digunakan penyair dari awal hingga akhir puisi, memberikan efek tersendiri
pula. Yaitu memperdalam rasa bersalah kami-lirik, sekaligus memperkuat ironi
sosial yang dikedepankannya.
Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti
yang dialami oleh penyair. Seperti pada puisi “Selamat Idul Fitri” ini memiliki beberapa imaji yang diungkapkan
oleh penyair untuk pembacanya.
Selamat idul fitri, bumi
Maafkan kami
……
Maafkan kami
……
Selamat idul fitri, langit
Maafkanlah kami
………
Maafkanlah kami
………
|
Maafkanlah kami
…….
Selamat idul fitri, laut
Maafkanlah kami
…….
Maafkanlah kami
…….
Selamat idul fitri, burung-burung
Maafkanlah kami
………….
Maafkanlah kami
………….
Selamat idul fitri, tetumbuhan
Maafkanlah kami
…………
Maafkanlah kami
…………
Citraan
juga dapat bersifat persepsi dan mewakili sesuatu yang tidak nampak, seperti
yang diungkapkan oleh A Mustofa Bisri dalam puisi “Selamat
Idul Fitri” berupa citraan perasaan yang menggambarkan perasaan kami lirik sebagai objek yang sangat
merasa bersalah, dan tulus ingin meminta maaf.
|
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat idul fitri,
rakyat
Maafkanlah kami
Selama ini
|
Kami mempergunakanmu.
………
Selanjutnya masalah bahasa figuratif
(majas), Perrine menyatakan bahwa bahasa figurative dipandang lebih efektif
untuk menyatakan apa yang dimaksud oleh penyair karena (1) bahasa figuratif
mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara
untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak jadi
konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan pada
penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif
adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara
menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Pada puisi “Selamat Idul Fitri” penyair dalam puisinya kita dapat membaca kata bumi, langit, mentari,
laut,burung-burung, tetumbuhan dapat juga dibaca sebagai metafor.
Dengan cara itu, Mustofa tidak hanya mengacu pada pengertian leksikalnya,
tetapi pada pengertian konotatifnya, pada makna kontekstualnya. Maka sebagai
hasil kerja kepenyairan puisi “Selamat
Idul Fitri” membuka berbagai kemungkinan makna. Dengan kata lain, di sini
makna memiliki kemungkinan untuk memperluas cakupan yang dikandungnya. Dalam
puisi Mustofa Bisri ini juga dapat kita baca secara personifikasi, karena
benda-benda yang digambarkan seperti bumi,
langit, mentari, laut seolah-olah bisa berprilaku, berperasaan, dan
memiliki perasaan seperti manusia.
Selamat idul fitri,
mentari
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Maafkanlah kami
Selama ini
Tidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Dengan
ini Mustofa terlihat gaya pengucapannya tidak
berbunga-bunga dan tidak berupaya bercantik-cantik. Tetapi melalui kewajaran
dan kesederhanaan berucap atau berbahasa, yang tumbuh dari ketidakinginan untuk
mengada-ada. Bahasanya langsung, gamblang, tapi tidak menjadikan puisinya tawar
atau klise. Sebagai penyair, ia bukan penjaga taman kata-kata tetapi penjaga
dan pendamba kearifan.
Kemudian
berlanjut pada struktur batin puisi yang dimulai dari tema atau makna dalam
puisi “Selamat Idul Fitri” terlihat
dengan jelas mempunyai tema “permohonan
maaf” terlihat jelas kata “maafkanlah
kami” diulang-ulang setiap baitnya sehingga penyair ingin menegaskan ada
penyesalan dan permohonan maaf yang sungguh-sungguh.
Selamat idul fitri,
bumi
Maafkan kami
……
Maafkan kami
……
Selamat idul fitri,
langit
Maafkanlah kami
………
Maafkanlah kami
………
Selamat idul fitri,
mentari
Maafkanlah kami
…….
Maafkanlah kami
…….
Puisi-puisi
Mustofa Bisri seakan-akan memiliki rasa yang sunyi walaupun kita dapat
merasakan dimensi sosial yang terkandung hal ini dikarenakan pada awalnya Mustofa
Bisri adalah seorang ulama, sehingga pandangan dunianya merefleksikan kesadaran
relijiusnya. Dalam konteks ini, hal yang bersifat individual dan sosial
merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam puisinya, bukan karena dirinya
merupakan anggota sosial, tetapi karena Mustofa harus mengekspresikan dirinya
secara sosial. Demikianlah ibadah yang personal pun memberikan dampak sosial
pada setiap puisinya yang akhirnya terlihat memiliki rasa sunyi.
Nada dalam puisi ini penyair membuat
sikap terhadap pembacanya dengan menggunakan nada memohon. memohon dengan nada
yang lembut tidak dengan nada yang keras, sehingga dalam puisi “Selamat Idul Fitri” A Mustofa Bisri
mengajak pembaca untuk melihat perlakuan manusia terhadap sekelilingnya yang
tak pernah disadarinya.
Terakhir hal yang saya kaji dalam
puisi “Selamat Idul Fitri” adalah
amanat. Amanat yang ingin disampaikan oleh penyair dalam puisi ini adalah
bagaimana kita lirik sebagai objek
tidak hanya memohon maaf pada manusia saja yang sering dilakukan orang pada
umumnya, kita juga harus melihat sekeliling kita diluar hal tersebut (bumi,
laut, langit dsb) yang tanpa disadari banyak memiliki kesalahan. Maka dari itu kita lirik yang dibuat penyair
berubah-ubah objeknya untuk menyampaikan permohonan maafnya. Hal yang kecil
yang sering dilupakan seseorang dapat diangkat oleh Mustofa dengan menarik,
seperti dalam puisi lainnya sebagai berikut,
Selamat Idul Fitri, mata
Maafkanlah aku selama ini
Kau hanya kugunakan melihat kilau comberan
Selamat Idul fitri telinga
maafkanlah aku, selama ini
Kau hanya kusumpali rongsokan-rongsokan kata
Selamat Idul fitri, mulut
Maafkanlah aku, selama ini
Kau hanya kujejali dan kuumbat muntahan
Onggokan-onggokan kotoran
……………
Sangat
tergambar jelas, bahwa Mustofa ingin menyadarkan hati pembacanya untuk lebih
jeli melihat hal kecil sekitarnya yang sering dilupakan.
Lucky Club - Live Casino website | Luckyclub
BalasHapusLucky Club is a unique platform and the site is simple to use luckyclub.live and provides a safe and secure gaming environment for all users. The casino is powered by