Dalam cerpen
Nasihat-nasihat AA Navis berusaha menggambarkan anak muda yang selalu meminta
pendapat kepada orang tua karena pada umumnya orang tua dipandang lebih bijak dalam
memberikan saran untuk memecahkan masalah karena pengalamannya dalam hidup lebih
banyak, jadi pait manis kehidupan sudah dirasakannya. Ini adalah sebuah
kungkungan adat yang berlangsung dalam tradisi masyarakat luas, tidak hanya
dalam adat Minangkabau. Kebiasaan seperti ini biasanya sudah menjadi kebiasaan
di dalam masyarakat luas dimana semua anak muda meminta nasihat orang yang
lebih tua agar hidupnya mampu berjalan dengan baik dan kesalahan yang pernah
terjadi tidak lagi terulang.
Sangat tergambar jelas
ada kungkungan adat yang AA Navis sampaikan dalam cerpen ini, melalui sosok
orang tua. Sosok orang tua yang selalu penuh dengan nasihat yang bijak, karena
pengalamannya akan hidup yang lebih dahulu, mengetahui segala jenis masalah
yang terjadi dalam kehidupan, cepat mengambil keputusan dan kesimpulan akan masalah yang terjadi karena ia menganggap
sebuah maslah itu tipenya serupa dengan saat ia hidup dimasa itu. Inilah yang
disebut sebuah kungkungan akan sebuah adat, karena ada hal diskriminasi yang
ingin AA Navis sampaikan melalui novel ini, orang tua selalu benar dan anak
muda harus mendengarkan nasihat orang tua, itulah yang terjadi dalam adat
negara kita, tidak tertulis namun jika itu tidak ditaati maka akan ada hukuman
sosial atau moral yang diberikan.
Tetapi disini AA Navis
juga menyampaikan sebuah perlawanan melalui tokoh anak muda yaitu Hasibuan.
Perlawanan yang digambarkan AA Navis juga tidak sebuah perlawanan yang
terang-terangan seperti kedurhakaan Malinkundang. Anak muda ini tetap mengikuti
aturan adat yang memang sudah berlaku di tempat ia tinggal. Saat mendapatkan
sebuah kebimbangan ia selalu mendatangi tokoh orang tua yang dianggap sepuh
untuk meminta nasihat, di dengarkan nasihatnya tetapi tidak di jalankan, hal
itu berlangsung terus menurus. Sampai pada akhirnya hal itu dimenangkan
Hasibuan karena nasihat-nasihat yang diberikan orang tua itu semuanya tidak
tepat, tanpa disadari orang tua itu justru memuji hal yang telah dianggapnya
buruk.
Sebuah kritik akan
sebuah adat yang selalu berjalan dengan kaku akan membuat sebuah penafsiran
yang salah. Ada hal yang baik dari orang tua memang lebih banyak pengalaman,
banyak memakan asam garam kehidupan, namun ada hal yang terlupa perkembangan
zaman itu akan mengubah pola pikir dan perilaku manusia. Mungkin ada
ketidaksesuaian kondisi saat menerapkan pengalaman yang dahulu pernah terjadi
pada konteks keadaan yang dialami saat ini. Hal ini tidak lantas membuat
penafsiran bahwa kita anak muda tidak perlu mengikuti nasihat orang tua,
mungkin penyesuaian yang harus ditekankan disini karena pada akhir cerpen
tersebut ada sebuah kesimpulan kita jangan langsung berbicara hal yang belum
pernah kita lihat.
Walaupun pola
mendengarkan nasihat dari orang tua masih terjadi hingga saat ini, mungkin
sudah banyak pola pemikiran yang berubah dari pola pemikiran yang awalnya
ditangkap dengan sangat sederhana, saat ini jauh berkembang menjadi lebih baik.
Pola komunikasi yang berkembang antara orang tua dan anak muda mulai
berlangsung sedikit lebih santai, tidak ada lagi istilah yang menggurui, jika
orang tua lebih benar karena pengalaman hidupnya lebih banyak. Hal yang lebih
sering digunakan adalah kata berbagi pengalaman, dimana orang tua membagi
pengalaman hidupnya kepada orang muda dan orang muda dapat memetik pelajaran dari
pengalamannya dari yang baik ataupun buruk.
AA Navis juga
menampilkan suatu kritik pada akhir cerita dimana orang tua sadar bahwa nasihat
yang diberikannya kepada anak muda itu adalah salah, tetapi masih ada gengsi
yang besar dalam diri orang tua tersebut karena merasa ia orang tua tidak
pernah salah, hal ini nampak jelas dengan penggambaran masuknya orang tua
kedalam kamar dan membanting pintu. Orang tua memang menjadi orang yang benar,
karena tidak ada orang tua yang nasihatnya ingin menjerumuskan tetapi harus
diingat satu hal bahwa orang yang benar itu bukan berarti orang yang semmpurna.
Waktu ia merasa memiliki kesalahan sebaiknya meminta maaf, jadi ada rasa saling
menghormati yang lebih besar dari pada sekedar menggurui mana yang paling benar
dan mana yang salah.
BudiDarma lahir
tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Ia anak keempat dari enam
bersaudara yang semuanya laki-laki. Kedua orang tuanya berasal dari Rembang.
Ayahnya bernama Munandar Darmowidagdo dan bekerja sebagai pegawai kantor pos.
Ibunya bernama Sri Kunmaryati. Karena pekerjaan ayahnya, Budidarma
sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya, antara lain di
bandung, Yogyakarta, dan Semarang.
BudiDarma
menikah pada tanggal 14 Maret 1968 dengan Sitaresmi, S.H., yang lahir 7
September 1938. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak,
yaitu Diana (lahir di Banyuwangi, 15 Mei 1969), Guritno (lahir di Banyuwangi, 4
Februari 1972), dan Hannato Widodo (lahir di Surabaya, 3 Juni 1974).
BudiDarma
menempuh pendidikan di berbagai kota. Pendidikan sekolah dasar diselesaikannya
tahun 1950 di Kudus, Jawa Tengah. Sekolah menengah pertama diselesaikannya
tahun 1953 di Salatiga, Jawa Tengah. Kemudian, pendidikan sekolah menengah atas
(SMA) diselesaikannya di Semarang tahun 1956. Setamat SMA, BudiDarma
meneruskan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas
Gadjah Mada, dan selesai tahun 1963. Judul skripsinya adalh Tragic Heroes in
The Plays of Marlowe. Selama satu tahun (1967) ia mengikuti International
Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat.Pada tahun
19701971 ia mendapat beasiswa dari East West Centre untuk belajar
ilmu budaya dasar (basic humanities) di Universitas Hawai, Honolulu,
Amerika Serikat. Pada tahun 1975 meraih gelar M.A. dari Universitas Indiana,
Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, yang judul tesisnya adalah Tha Death
and The Alive, dan tahun 1980 di universitas yang sama ia meraih gelar
Ph.D. dengan judul disertasinya Character and Moral Jugment in Jane Austin’s
Novel.
Setelah tamat dari Jurusan Satra
Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, (1963) sampai sekarang, BudiDarmamengabdikan
diri sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) (dahulu
IKIP Surabaya). Selain sebagai dosen, BudiDarmajuga pernah menjabat
Ketua Jurusan Sastra Inggris (1966—1970 dan 1980—1984), Dekan Fakultas Keguruan
Sastra dan Seni (1963—1966 dan 1970—1974), dan Rektor IKIP Surabaya
(1984—1988). Tahun 1980 ia menjadi visiting associate research di
Universitas Indiana.
BudiDarmatercatat
sebagai anggota Modern Language Association (MLA), New York (1977—1990).
Nama BudiDarmatercatat
dalam buku Who’s Who in The World (1982—1983).
Sumbangan BudiDarmakepada
kehidupan sastra sangat besar. Dalam kerangka kerja sama Majelis Sastra Asia
Tenggara (Mastera),
BudiDarma membimbing
cerpenis dan esais muda berbakat dari Brunai Darussalam, Indonesia, dan
Malaysia dalam wadah Program Penulisan Mastera (1998—1999). BudiDarma
juga terlibat dalam pembimbingan berbagai lokakarya dan penataran sastra bagi
pegawai Pusat Bahasa dan dosen muda dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia
yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Hasil karya BudiDarma berbentuk
cerita pendek, novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media massa,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. BudiDarma dianggap
memelopori penggunaan teknik kolase, yaitu teknik penempelan potongan iklan
bioskop dan tiket pertunjukan dalam karya-karyanya, seperti Orang-Orang
Bloomington dan Olenka. Berikut ini adalah karya BudiDarma.
1.
Orang-Orang Bloomington (kumpulan cerpen, 1950)
2.
Ny. Talis (novel, 1983)
3.
Olenka (novel, 1997)
4.
Rafilus (novel, 1988)
5.
Sejumlah Esai Sastra (kumpulan esai, 1984)
6.
Solilokui (kumpulan esai, 1983)
7.
Harmonium (kumpulan esai, 1996)
8.
Derabat (cerpen, 1999)
9.
The Legacy karya Intsi V. Himanyunga (terjemahan, 1996)
10.
Sejarah 10 November 1945 (1987)
11.
Culture in Surabaya (1992)
12.
Modern Literature of ASEAN (2000)
13.
Kumpulan Esai Sastra ASEAN (Asean Committee on Culture and Information)
Beberapa karya BudiDarma yang
berbentuk cerita pendek pernah ditransformasikan dalam bentuk drama, yaitu
“Orez”, yang dipentaskan mahasiswa ISI Yogyakarta, dan “Kritikus Adinan”, yang
dipentaskan mahasiswa STSI Bandung).
Karena
peranannya dalam sastra, BudiDarma mendapat hadiah dan penghargaan dari berbagai pihak.
Berikut ini hadiah/penghargaan yang diterima BudiDarma.
Hadiah
Pertama Sayembara Mengarang Naskah Roman Dewan Kesenian Jakarta atas
novelnya Olenka (1980)
Penghargaan
dari Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya, Olenka, sebagai novel
terbaik (1983)
Penghargaan
Sea Write Award dari pemerintah Thailand atas karyanya yang
berjudul Orang-Orang Bloomington (1984)
Penghargaan
Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia (1993)
Penghargaan
dari Kompas atas cerpennya, “Derabat”, sebagai cerpen
terbaik (1999)
2.2
Sinopsis Cerpen Joshua Karabish
seorang pemuda yang bernama Joshua
Karabish yang berteman dengan “Saya”. Pertemanan “saya” dengan Joshua bermula
dari acara pembacaan puisi, “saya” tidak membacakan sajaknya sendiri seperti
yang orang lain lakukan dengan alasan “saya
menyatakan bahwa saya bukan penyair, karena itu paling-paling saya hanya becus
membacakan sajak orang lain”[1].
Dengan pernyataan “saya” itu membuat Joshua gembira dan merasa kagum terhadap
“saya”. “saya” tidak pernah mengetahui jika Joshua mengidap suatu penyakit.
Namun Setelah tinggal sekamar akhirnya “saya“ mengetahui bahwa Joshua mengidap
suatu penyakit yang aneh. Setiap malam tidurnya mengerang-erang kesakitan,
terkadang keluar lendir dari tellinganya dengan bau busuk dan keluar darah amis
dari hidungnya. Joshua mengatakan bahwa penyakitnya tidak menular. Meskipun
demikian hal tersebut lama-lama mengganggu “saya” karena setiap serangan itu datang,
sepanjang malam dia mengerang dan melilit-lilit. Hingga pada suatu kesempatan
Joshua Pamit untuk mengunjungi ibunya, dengan meninggalkan kumpulan puisinya
yang dianggap paling baik alasannya agar Joshua selalu terpacu untuk menulis
sajak yang lebih baik. Lama tidak ada kabar setelah kepergian Joshua, tiba-tiba
ibu Joshua mengirim surat yang menyatakan bahwa Joshua telah meninggal. Ibu
Joshua meminta agar barang-barang Joshua dikirimkan kepadanya, namun “saya”
tidak mengirimkan kumpulan sajak Joshua karena “saya” tertarik membacanya. Tidak
lama kemudian, “saya” mengalami rasa sakit yang sama seperti penyakit yang
diderita oleh Joshua. Hal ini membuat “saya” gusar kepada Joshua karena takut
tertular penyakit Joshua yang menjijikan itu. Di lain hal “saya” mempunyai konflik
dengan batinnya sendiri karena merasa bersalah telah mengganti sajak karya
Joshua dengan namanya dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh
MLA.
2.3
Unsur-Unsur Cerpen Joshua Karabish
2.3.1
Tema
Tema yang diangkat dalam cerpen
Joshua Karabish adalah kekerasan hidup. Hal ini dapat dilihat penggambaran
hidup Joshua yang sulit.
“Ny. Seifert mengaku terus terang bahwa selama
ini Joshua menunggak sewa kamar”[2]
“Joshua memang mengatakan
terang-terangan kepadra saya, bahwa teman-teman seapartemennya tidak
menyukainya, dan sudah sering secara halus maupun agak kasar mereka berusaha
untuk mengusirnya.”[3]
2.3.2
Tokoh dan Penokohan
Tokoh-tokoh
yang terdapat pada cerpen Orang-Orang Bloomington, yaitu:
Saya
Joshua
Karabish
Ny.
Seifert
Ibu
Joshua
Cathy
Teman-teman
seapartemen
Dokter
Dokter
White
Sekertaris
MLA
Presiden
MLA
Antonio
Buero Vallejo
Christine
Brooke-Rose
John
Kerouack
Allen
More
Judith
Anderson
Nins
Vlastos
Lary
Zinker
Penokohanlah
dalam cerpen ini, yaitu:
a)Protagonis
Tokoh yang berperan sebagai
protagonis adalah Joshua Karabish. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya porsi yang
diceritakan “saya” tentang tokoh Joshua Karabish. Sebagai pusat tokoh, Budi
Darma menggambarkan sosok Joshua Karabish sangat gambalang, Joshua
yang dikisahkan nyaris tidak memiliki kelebihan kecuali selalu kekurangan uang,
minder, tak punya teman, mengidap penyakit kronis yang membawanya ke alam baka.[4] Dapat
dilihat dari kutipan berikut “Mungkin saya sanggup menulis puisi
baik, tapi seperti yang kau ketahui sendiri karena rupa saya buruk dan memang
dasar kepribadian saya tidak menarik, setiap orang cendrung menertawakan saya”[5]. Tetapi
Joshua memiliki nurani dengan sikapnya yang rendah hati, tahu diri, dan tabah.
Ia tidak pernah membanggakan dirinya sekalipun ia banyak sekali menulis puisi. “Ketika
saya bertanya apakah kira-kira pada suatu saat kelak dia akan menerbitkan
puisinya, dia nampak bimbang, kemudian berkata, bahwa kalau tokh dia
menerbitkannya, dia tidak mau menggunakan namanya sendiri”[6]. Ia hanya mengatakan lewat tokoh “saya”
ia sosok yang tidak memiliki kepribadian sebagai syarat mutlak seseorang
menjadi penyair. Ia mengaku orang bodoh yang kebetulan suka menulis puisi.
Pandangan ideal tentang penyair dan karyanya yang dipahaminya dengan baik ini
tidak membuatnya sombong kepada siapa pun. Ia hanya menulis tanpa pretensi
apa-apa. Justru tokoh “saya” dengan culas mengganti nama dirinya atas
puisi-puisinya dalam lomba penulisan puisi ketika Joshua sudah meninggal.
Alhasil, puisi karya Joshua menang. Namun disini “Saya” benar-benar terlihat
memiliki rasa bersalah yang sangat besar terhadap Joshua. Dapat terlihat dari
kutipan cerpen ini “Meskipun saya banyak berdebat dengan
diri sendiri, saya tetap tidak bisa menghilangkan perasaan tidak layak mengaku
sajak-sajak Joshua sebagai tulisan saya sendiri”[7]. Pembaca
dapat menghayatinya bahwa dari sosok invalid dan menjijikkan ini justru bisa
membuat terharu. Ada mutiara dalam sosok yang bahkan bagi ibu dan kakaknya
sendiri dianggap manusia tidak berguna ini.
b)Antagonis
Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang
menghalangi tujuan tokoh utama dan bertentangan dengan tokoh utama. Dalam
cerpen ini ada teman-teman Joshua yang menjadi tokoh antagonis, karena mereka
bertentangan dengan Joshua dapat dilihat dari kutipan cerpen berikut “Mereka
semua kasar. Mereka suka sepak bola, tinju, film-film kasar di televisi dan
musik-musik keras. Sebaliknya Joshua adalah orang yang halus, lembut, suka
puisi, music klasik, opera dan lain-lain yang dibenci mereka”.[8]Dan
pada akhir cerita, tokoh pencerita “saya” juga menjadi tokoh yang
antagonismenghalangi tujuan tokoh utama
dengan menjiplak karya-karya Joshua setelah Joshua meninggal, dapat dilihat
dari kutipan “Dalam keadaan inilah saya putuskan
untuk mengetik kembali kutipan naskah Joshua secara lebih rapi kemudian
mengirimkannya ke MLA. Dan nama sayalah yang saya cantumkan sebagai penyairnya”. Walaupun pada akhirnya tokoh “saya”
memiliki rasa bersalah yang teramat kepada Joshua, karena telah mengirimkan
puisi Joshua atas namanya.
c)Tirtagonis
Tokoh tirtagonis adalah
tokoh yang netral dalam cerita yaitu, Ny. Seifert, Ibu Joshua, Cathy, Dokter,
Dokter White, Sekertaris MLA, Presiden MLA, Antonio Buero Vallejo, Christine
Brooke-Rose, John Kerouack, Allen More, Judith Anderson, Nins Vlastos, dan Lary
Zinker.
2.3.3
Alur Cerita
Alur cerita dalam cerpen Orang-Orang
Bloomington menggunakan alur mundur. Hal ini dikarenakan tokoh penecerita
“saya” menceritakan kehidupan Joshua Karabish setelah Joshua meninggal dunia,
dan “saya” menceritakan ulang perjalanannya bertemu Joshhua sampai kehidupannya
setelah Joshua meninggal.
2.3.4
Latar Cerita
Latar tempat yang terdapat dalam cerpen
Orang-Orang Bloomington digambarkan secara netral yaitu Indiana Bloomington
(Amerika Serikat), Martinsville, Elletsville, Bedford. Latar waktu ada yang
digambarkan secara abstrak yaitu suatu hari[9],
pada
suatumalam[10],
esok
harinya[11],
tetapi ada pula latar waktu yang digambarkan secara konkret yaitu selasa
malam[12], akhir
minggu pertama bulan Desember[13], sekitar
tahun 1970.
2.3.5
Sudut Pandang
Sudut pandang dalam cerpen ini yaitu
orang ketiga pelaku utama karena pengarang berada diluar cerita dan tidak
terlibat didalamnya, hanya sekedar menceritakan tokoh yang ada dalam cerita
tersebut.
“Dari ibunya, saya menerima surat yang
mengabarkan bahwa Joshua Karabish sudah meninggal”[14]
“Ketika saya membantu Joshua
mengangkuti barang-barangnya dari apartemennya ke kamar saya, teman-teman
seapartemennya menunjukkan perasaan puas”[15]
2.3.6
Gaya Bahasa
Dalam cerpen ini menggunakan gaya
bahasa dengan majas simile. Simile ialah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
pembanding, terdapat dalam kutipan cerpen berikut:
Amanat yang dapat diambil dari cerpen
Orang-Orang Bloomington karya Budi Darma adalah saat kita hidup janganlah
pernah merasa tidak percaya diri dengan kekurangan yang kita miliki sampai
akhirnya dapat menutupi kelebihan yang kita miliki. Dan juga jangan pernah
mengambil hak orang lain sekalipun orang itu sudah tiada. Karena dengan
karyanya dia akan selalu dikenang selamanya.
[1]
Budi Darma, Orang-Orang Bloomington
(Jakarta: Sinar Harapan, 1960), h. 23.